Tulisan ini kayaknya memang cocok dijudulin hijrah #2, setelah saya pernah menulis tema tentang hijrah yang berjudul EXODUS ( balik maning lagune Bob Marley :)). Ini berkaitan dengan ranah kerjaan saya yang selama ini memang berkutat di dunia HRD manufakturing. Panjenengan ( term ini semangkin akrab ditelinga saya setelah setahun di SOLO ) tahu kan, bagaimana hiruk pikuknya dunia manufakturing yang dipenuhi oleh blue collar worker? tentu juga bisa memperkirakan treatment / jurus / kembangan / ilmu silatnya HRD.
Lha berkaitan dengan judul tadi, beberapa hari yang lalu saya ditelpon oleh seorang rekruter dari headhunter top untuk hijrah ke perusahaan telekomunikasi. Sementara gambaran dunia telekomunikasi tidak pernah terbayangkan. Alih alih saya juga memakai samsung lama tipe sgh e 900 dengan isi kartu simpati, terus ada hape inventaris kantor dengan kartu smartfren, trus kadang2 make BB pinjeman juga dengan kartu simpati… tapi uthek kluwere ( minjam istilah mas slamet gundono seniman tegal, means : A-Znya ) dunia telko saya gak tau banyak.
Akhirnya semalam saya diskusi banyak dengan teman SMA yang makaryo di Pro XL dan ternyata benar… jebulnya/ternyata uthek kluwere/A-Znya dunia telco memang berbeda jauh dengan manufakturing.
Dari diskusi kami didapatkan beberapa hal yang relatif masih sama, bahkan anda2 yang dari manufaktur masih bisa unjuk performansi ketika masuk di tellco, salahsatunya adalah kemampuan industrial relation.
Dengan persaingan yang sangat ketat, dengan tuntutan kapabilitas people-nya maka tidak heiran apabila banyak terjadi layoff di jajaran white collar. Kita semua yang makan asam garam dan oli pabrik ( hehe lebay deh ) tentu sangat sering dan mahfum akan adanya layoff baik karena karyawan ngeyel, downsizing atau apapun itu yang jelas HRD Manager diminta PHK orang… nah disini kita bisa highlight kemampuan itu.
Selain itu berkaitan dengan teori shamrock organization dimana perusahaan cenderung memanfaat pihak ketiga ( baca : vendor outsourching ) maka kemampuan membridging needs, suppliy, etc antara company dan vendor juga bisa menjadi point dimana kita dapat dinilai mahal. Tentunya karakteristik vendor juga berbeda antara manufaktur dan telko.
Selain itu juga menurut riset, bahwa dalam satu negara, idealnya operator telko itu maksimal 5. Coba anda absen telco company di indonesia : ada telkomsel grup, indosat grup, xl, axis, 3, smart, fren, belum lagi yang lupa keabsen… kemungkinan yang dibawah 5 besar harus merger untuk memperkuat infrastruktur dan market sharenya. Lha kondisi demikian menuntut HR Person mampu untuk jadi katalisator dan agent of change yang mumpuni. Berkaitan dengan proses merger ato akuisisi pasti akan berimbas di tenaga kerjanya. Disinilah peran HRD untuk mampu menata jumlah, kualitas, kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan. Enggak boleh main-main karena sebagian besar pekerja di telco adalah para profesional yang tidak bisa ditreat seperti blue collar di pabrik.
Semoga proses hijrah saya tetap berlanjut walaupun semalam saya tunggu phone interviewnya, ternyata tidak jadi…:)
Wassalaam wr wb.
Oh.. itukah arti pertanyaan bpk kmrn..
Kalo memang itu yang terbaik dan jln utk mengembangkan diri.. It’s great.
Hehehe… thanks bu… only god knows..